Terapi Antiplatelet dan Antikoagulan untuk menurunkan angka kejadian iskemik pada pasien ACS, yang mempunyai kompensasi berupa peningkatan resiko perdarahan berhubungan dengan awal mortalitas.
Sampai saat ini memang belum ada studi spesifik mengenaik antitrombotik terapi pada pasien usia lanjut dengan SKA. Meskipun demikian analisis subgroup ‘pivotal trial’ merupakan sumber utama informasi tentang keamanan dan efikasi dari obat-oabt antitrombotik pada populasi pasien ini.
Pada CURE trial, menunjukkan bahwa penggunaan clopidogrel selama 12 bulan lebih superior dibanding aspirin untuk menurunkan angka kematian karena kardiovaskular, infark myocard atau stroke pada pasine dengan NSTEACS, hanya subanalisis umur tertentu yang eenyediakan laporan tentang perbedaan cut off point yaitu 65 tahun, mengungkapkan bahwa tidak ada keuntungan baik absolute maupun relative pada pasien lanjut usia (usia >65 tahun dibanding yang lebih muda).
Pada TRITON TIMI 38 trial, dimana prasugrel menurunkan angka kematian kardiovaskuler, infark myocard atau stroke dibandingkan dengan clopidogrel pada pasien ACS yang dilakukan PCI, namun tidak ada keuntungan yang terlihat pada 13% pasien yang lebih tua dari 75 tahun.
Walaupun pada kenyataannya terdapat keuntungan yang diamati pada pasien berusia lanjut yaitu hampir tidak ada peningkatan resiko perdarahan mayor yang ditemukan. Karena alasan tersebut, rekomendasi dosis maintenance prasugrel pada pasien berusia lebih dari 75 tahun dengan SKA yang telah dilakukan PCI, dosisnya dikurangi menjadi setengahnya (dari 10 menjadi 5 mg per 24 jam).
Pada Trilogi Trial, menguji keamanan dan efikasi dari prasugrel dibandingkan dengan clopidogrel selama 30 bulan pada pasien dengan NSTEACS. Diantara 2083 pasien yang berusia 75 tahun atau lebih tua, tidak ada keuntungan yang berhubungan dengan resiko perdarahan mayor pada prasugrel 5mg/24 jam, resikonya terlihat sama antara dosis 5mg/24 jam untuk usia tua dibanding dengan usia muda dengan dosis konvensional.
Pada PLATO Trial, reduksi signifikan pada kejadian iskemik dan total mortalitas antara ticagreor vs clopidogrel pada pasien SKA. Umur cut off yang digunakan disini adalah 75 tahun atau lebih tua vs lebih muda, menunjukkan tidak ada peningkatan keuntungan pada usia tua. Meskipun demikian, ketika menganalisa umur sebagai variable kontinyu, keuntungannya berupa menurunkan resiko primary end point dan ‘all cause mortality’ yang meningkat secara progresif sesuai umur (dari pasien termuda sampai tertua) namun hal ini juga berhubungan dengan peningkatan resiko perdarahan mayor non CABG.
Obat anti thrombotic intravena yang sering digunakan yaitu, cangrelor, yang diteliti dalam jumlah besar, double blind, randomized trials. Pada data pasien dianalisa bahwa cangrelor menurunkan resiko primary outcome sebesar 19% (kematian, infark myocard, ischaemia driven revaskularisasi, atau stent thrombosis pada 48 jam) dan sten thrombosis saja sebesar 41%. Tidak ada perbedaan pada ‘primary safety outcome’ namun cangrelor meningkatkan perdarahan ringan GUSTO. Ketika umur digunakan sebagai bahan pertimbangan, hal ini menyebutkan bahwa terdapat keuntungan antara pasien berusia 75 tahun atau lebih tua dibandingkan dengan pasien berusia muda dengan menunjukkan adanya peningkatan resiko perdarahan pada usia tua pada penggunaan cangrelor dibandingkan clopidogrel.
Glycoprotein IIb/IIIa receptor inhibitors tidak lagi direkomendasikan sebaga terapi rutin pada pasien dengan NSTEACS. Studi sebelumnya menampakkan bahwa efikasinya tetap stabil , peningkatan resiko perdarahan sesuai denga progresifitas usia, peningkatan rasio risk/benefit. Pada kenyataannya, penggunaan obatobat ini merupakan salah satu predictor perdarahan terkuat pada usia lanjut yang terkena SKA, oleh karena itu perlu diberikan secara hat-hati.
Beberapa studi, seperti CRUSADE, menunjukan terapi antithrombotic jarang digunakan pada usia lanjut, meskipun ketiadaan kontraindikasi. Hal ini mungkin yang diperhatikan pada dokter terkait resiko komplikasi yang besar pada pasien grup ini, yang dikonfirmasi dengan penelitian. Disisi lain, lebih dari 42% dari semua pasien NSTEACS diberikan minimal 1 obat antithrombotic secara berlebihan. Sebagai catatan, kesalahan mungkin terjadi dibeberapa grup yang terkait perdarahan dan adverse events seperti usia lanjut, wanita, dan pasien dengan berat badan rendah. Berikut beberapa alasan yang menjelaskan mengapa overdose obat parenteral sangat sering terjadi pada usia lanjut. Adanya berat badan yang rendah, terutama pada wanita usia lanjut dengan massa otot kecil menyebabkan overdose ketika pemberiannya tidak sesuai dengan berat badan. Tetapi juga overestimasi terjadi karena didasarkan pada fungsi ginjal, karena jarang sekali menemukan kadar kreatinin normal pada pasien kurus dengan gangguan ginjal berat, namun hal ini sering terjadi.
Glycoprotein IIb/IIIa receptor inhibitors tidak lagi direkomendasikan sebaga terapi rutin pada pasien dengan NSTEACS. Studi sebelumnya menampakkan bahwa efikasinya tetap stabil , peningkatan resiko perdarahan sesuai denga progresifitas usia, peningkatan rasio risk/benefit. Pada kenyataannya, penggunaan obatobat ini merupakan salah satu predictor perdarahan terkuat pada usia lanjut yang terkena SKA, oleh karena itu perlu diberikan secara hat-hati.
Beberapa studi, seperti CRUSADE, menunjukan terapi antithrombotic jarang digunakan pada usia lanjut, meskipun ketiadaan kontraindikasi. Hal ini mungkin yang diperhatikan pada dokter terkait resiko komplikasi yang besar pada pasien grup ini, yang dikonfirmasi dengan penelitian. Disisi lain, lebih dari 42% dari semua pasien NSTEACS diberikan minimal 1 obat antithrombotic secara berlebihan. Sebagai catatan, kesalahan mungkin terjadi dibeberapa grup yang terkait perdarahan dan adverse events seperti usia lanjut, wanita, dan pasien dengan berat badan rendah. Berikut beberapa alasan yang menjelaskan mengapa overdose obat parenteral sangat sering terjadi pada usia lanjut. Adanya berat badan yang rendah, terutama pada wanita usia lanjut dengan massa otot kecil menyebabkan overdose ketika pemberiannya tidak sesuai dengan berat badan. Tetapi juga overestimasi terjadi karena didasarkan pada fungsi ginjal, karena jarang sekali menemukan kadar kreatinin normal pada pasien kurus dengan gangguan ginjal berat, namun hal ini sering terjadi.
No comments:
Post a Comment